Kolaborasi Ilmu dan Amal: Karya Nyata Yapis untuk Papua
Seperti
apa pandangan Bapak terhadap Yapis?
Pertama
kami menyampaikan apresiasi, penghargaan dan ucapan selamat atas milad Yapis
papua yang ke 54. tentu umur ini tentu umur yang sudah sangat matang.
Selaku
pemerintah dan masyarakat yang ada di Papua, kami merasakan kehadiran Yapis.
Tentu kalau berbicara pemerintah, sebagai mitra, dan atas nama pemerintah, kami
menyampaikan terimakasih dimana Yapis telah hadir dan berkontribusi dalam
membangun dan mencerdaskan generasi atau anak-anak kita di tanah Papua. Lebih
khusus adalah pembangunan bidan agama karena Yapis adalah core-nya Pendidikan
islam.
Kami
harus berterimakasih, karena hampir di semua kabupaten telah hadir mulai dari
TK, PAUD, SD, SMP, SMU, SMA bahkan dibeberapa kabupaten telah ada perguruan
tingginnya. Nah itu artinya, kalau pekerjaan ini dikerjakan pemerintah semata,
tentu memiliki keterbatasan sumber daya, tenaga dan biaya. Tapi Yapis telah hadir
sebagai mitra pemerintah dan telah menunjukan karya itu secara baik.
Mudah-mudahan
kedepan Yapis semakin eksis, memperluas jangkauannya, pengembangan-pengembangan
output semakin profesional., memiliki wawasan lebih baik, dan karya-karya
inovasi niya adalah karya inovasi kekinian, sehingga bukan saja mencetak
lulusan/sarjana yang secara pribadi tidak hanya memiliki pengetahuan dan
wawasan yang lebih baik, namun disisi lain juga mampu menciptakan lapangan
kerja.
Apa peran
yang bisa dilakukan Yapis melalui UPT-nya dalam rangka mendukung program
pemerintah?
Dinegara
besar ini ada dua yang menaungi Pendidikan. Istilah di kami, kalau diawali
huruf “S” atau sekolah, menginduk ke Diknas dan kalau diawali huruf “M” atau
madrasah menginduk ke kemenag. Nah, sebagai mitra, tentu sinergi, koordinasi
dan komunikasi harus terbangun dengan baik kepada dua organisasi itu. Dengan
komunikasi yang terbangun secara baik ini, kita sama-sama bagaimana membangun
Bangsa dan negara ini. Seiring dengan perubahan yang berjalan, tantang tentu
menjadi lebih besar, tetapi melaui kolaborasi bersama, itu akan menjadi ringan,
dan cepat mencari solusi.
Mengukur
hasil Pendidikan tidak bisa instan, butuh waktu. Karena itu ada namanya standar
nasional. Nah, sejauh mana kita sudah mencapai standar tersebut? Selain itu,
perlu juga terkait kenyamanan. Jangan sampai kita punya lulusan sesuai standar
namun orang tua tidak nyaman menitipkan anaknya kepada kita. Ini bukan
pekerjaan ringan. Namun sekali lagi kalau kita membangun komunikasi, Kerjasama,
sinergi dan integrasi yang baik tentu saja akan berbuah yang baik pula.
Bagaimana
bapak memandang interaksi yang dilakukan Yapis dalam konteks sosial selama ini?
Yapis
dalam perjalanannya selama 54 tahun telah menunjukan bagaimana bisa diterima di
Papua ini. Saya rasa, ini harus terus dipertahankan, ditingkatkan dan semakin
menyemangati kita untuk terus menunjukan pengabdian dan bakti kepada tanah ini,
tanpa membeda-bedakan dan pilih kasih tentunya.
Saya
pernah dan beberapa kali mengikuti di Yapis, ya walaupun lembaganya Islam, akan
tetapi mahasiswa dan siswa yang kualiah atau bersekolah disana bukan hanya
muslim, kan juga menerima yang lain. Itu, tanpa menjelaskan, sudah membuktikan
bahwa Yapis hadir untuk semua. Yapis lahir bukan hanya untuk diri-sendiri. Saya
juga melihat data, bahwa dalam kegiatan Yapis misalnya ada door-prize,
kunjungan-kunjungan dan santunan-santunan, itu diberikan untuk semua. Saya rasa
ini sudah cukup membuktikan bahwa interaksi sosial Yapis baik, dan tidak
membeda-bedakan diri. Saya melihat banyak kerja besar yang telah dilakukan
Yapis, bukan hanya untuk mempersiapkan peserta didik kita, tetapi juga
kerja-kerja sosial lain.
Dari
sudut pandang pemerintah, apa tantangan yang mungkin akan dihadapi kedepan?
Kedepan
tentu, persoalan, hambatan bukan berkurang tapi justru jauh lebih dahsyat.
Kalau
kita Kementerian Agama, sesungguhnya adalah urusan agama, namun dari sisi
anggaran terbalik, lebih besar untuk Pendidikan. Dalam Pendidikan,
kurikulum kita memang digagas oleh nasional 70 (%) dan 30 (%)nya lagi
mengadopsi kearifan local. Nah untuk kondisi kita di Papua, bagaimana kita
membangun diskusi-diskusi sehingga kurikulum yang kita sajikan dalam bentuk
kearifan local itu adalah kurikulum yang dapat menanamkan pemahaman peserta
didik disisi karakter, agama, bersosialisasi sehingga terwujud moderasi agama.
Selain
itu sekarang adalah era keterbukaan informasi yang memungkinkan segala jenis
informasi dapat masuk. Dan tidak semua informasi itu baik, bahkan ada
namanya hoak. Nah, disitu tugas kita sebagai orangtua sebagai
pendidik dan Lembaga Pendidikan, bagaimana membekalai peserta didik kita dengan
cara yang arif, dan bijaksana. *